PENATALAKSANAAN EKSOTROPIA INTERMITEN DENGAN MIOPIA GRAVIOR
Eksotropia intermiten merupakan salah satu kelainan strabismus yang paling sering terjadi dengan perkiraan sebanyak 0.5%-1% dari seluruh penduduk di Cina. Kelainan ini dapat terjadi pada anak maupun dewasa. Angka kejadian eksotropia di Asia Selatan diperkirakan meningkat sebesar 7-18,5 kali dibandingkan dengan kejadian esotropia dan sebanyak 63% dengan tipe eksotropia intermiten. Gejala utama dari eksotropia yaitu adanya deviasi ke arah luar melibatkan satu mata atau kedua mata terutama pada saat melihat jarak jauh. Eksotropia dapat terjadi pada keadaan mata lelah, sakit, atau saat melamun. Sebanyak 80% eksotropia intermiten secara progresif mengalami kehilangan kontrol fusi dan deviasi eksotropia akan terutama pada pasien usia dewasa.
Penatalaksanaan eksotropia dengan latihan orthoptik atau pemberian kacamata prisma akan memberikan perubahan pada beberapa kasus eksotropia dan sebagian membutuhkan tindakan operasi untuk memperbaiki posisi bola mata. Indikasi klinis tindakan operasi pada strabismus dapat ditentukan pada pasien dengan deviasi yang luas, kontrol fusi yang buruk, dan kehilangan penglihatan binokular. Angka kesuksesan tindakan operasi pada strabismus bervariasi, yaitu berkisar dari 38%- 91.6% bergantung pada lama waktu kontrol paska operasi dan kriteria eksotropia.
Tujuan utama pada penatalaksanaan eksotropia intermiten adalah memperbaiki posisi bola mata, penglihatan binokular dan stereopsis. Eksotropia merupakan salah satu jenis eksodeviasi yang paling sering ditemukan ditandai dengan ketidaksesuaian posisi bola mata berdasarkan aksis visual. Rimsha, dkk menyatakan dari 334 pasien yang mengalami eksotropia, sebanyak 194 pasien (58%) dengan eksotropia intermiten. Beberapa penelitian menyatakan bahwa eksotropia lebih dominan terjadi pada jenis kelamin wanita, akan tetapi Hassan, dkk melaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara usia dan jenis kelamin pada angka kejadian strabismus. Eksotropia dapat berhubungan dengan adanya riwayat kelahiran prematur, kelainan genetik, riwayat strabismus di keluarga, dan kelainan refraksi, seperti astigmatisma, hyperopia tinggi, miopia, dan anisometropia.
Salah satu penatalaksanaan eksotropia yaitu dengan memberikan koreksi kacamata yang sesuai, hal ini secara signifikan dapat meningkatkan kontrol eksotropia karena pasien dapat mendapatkan gambaran retina yang lebih jelas. Kelainan refraksi myopia dapat ditemukan sebanyak 90% pada pasien berusia 20 tahun. Penelitian lain menyebutkan bahwa pemberian kacamata pada pasien dewasa atau usia lebih tua tidak memberikan perubahan signifikan.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa pada kasus strabismus dengan melakukan terapi oklusi part-time selama 2-6 jam dalam sehari, dapat meningkatkan kontrol fusi dan dapat mengurangi deviasi. Pada pasien dengan ambliopia, terapi oklusi dapat berfungsi untuk meningkatkan kontrol deviasi eksotropia. Latihan orthoptik pada anak atau dewasa juga berfungsi untuk memperkuat fusi konvergensi terutama pada pasien dengan deviasi 20 ∆D atau lebih kecil, walaupun penelitian lain menyatakan latihan orthoptik tidak terlalu menguntungkan.
Klasifikasi eksotropia intermiten dibagi berdasarkan tipe basic, pseudodivergence excess, true divergence excess, dan convergence weakness. Penegakkan diagnosis eksotropia intermiten diperlukan anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan strabismus yang detil. Penentuan besar deviasi berpengaruh dalam menentukan ukuran resesi dan reseksi otot. Tindakan operasi diperlukan pada keadaan deviasi yang besar dengan tujuan untuk memperbaiki posisi bola mata, dan mengembalikan fungsi binokular. Kontrol lebih lanjut dalam waktu jangka panjang sangat mempengaruhi keberhasilan operasi strabismus.
Anisa Feby Arifani, dr / Dr. Irawati Irfani, dr., Sp.M(K)., M.Kes