Diagnosis dan Tatalaksana Pasien dengan Insufisiensi Akomodasi

Cetak

Akomodasi adalah perubahan dinamis dari kekuatan dioptri optik mata melalui perubahan kurvatur dan ketebalan lensa. Proses akomodasi dapat terjadi karena adanya kontraksi otot siliaris, relaksasi otot zonular di ekuator lensa, penurunan diameter lensa serta penebalan lensa kristalin. Akomodasi memungkinkan adanya perpindahan titik fokus mata dari objek yang jauh ke objek yang dekat. Apabila seseorang mengalami gangguan akomodasi, maka kinerja seseorang dalam melakukan pekerjaan yang membutuhkan penglihatan dekat akan terganggu. Oberholzer et al. dalam penelitiannya menyebutkan bahwa salah satu fungsi visual amplitudo yang secara signifikan berhubungan dengan prestasi akademik adalah amplitudo akomodasi yang dibutuhkan untuk penglihatan dekat.

American Optometric Association mendefinisikan insufisiensi akomodasi sebagai salah satu tipe dari gangguan akomodasi yang ditandai dengan akomodasi yang lebih rendah dari ukuran sesuai usia pasien yang bukan disebabkan oleh sklerosis lensa kristal. Prevalensi gangguan akomodasi tipe ini dilaporkan mempengaruhi setidaknya 2% hingga 3% dari populasi dunia. Pada studi prevalensi yang dilakukan di Iran pada tahun 2017, insufisiensi akomodasi ditemukan pada 4,07% populasi usia 18-25 tahun. Pasien dengan insufisiensi akomodasi sering mengeluh kesulitan membaca, konsentrasi yang buruk, penglihatan kabur atau sakit kepala. Gejala-gejala ini biasanya akan semakin terasa seiring dengan peningkatan pekerjaan yang membutuhkan penglihatan dekat.

Dalam menegakan diagnosis insufisiensi akomodasi, diperlukan adanya konfirmasi yang didasarkan pada pemeriksaan klinis subyektif, diantaranya termasuk pemeriksaan amplitudo akomodasi, fasilitas akomodatif, dan akomodasi relatif. Menentukan etiologi disfungsi akomodasi juga penting karena dapat menentukan tatalaksana yang akan diberikan. Kondisi insufisiensi akomodasi dapat terjadi karena penyakit yang berhubungan dengan gangguan okular, sistemik atau berhubungan dengan agen farmakologis dan toksik.

Prinsip penatalaksanaan dari insufisiensi akomodasi adalah meningkatkan fungsi akomodasi secara efektif dan mengurangi keluhan pasien. Tatalaksana yang tepat akan meningkatkan kualitas penglihatan dari pasien.

Disfungsi akomodasi merupakan salah satu gangguan penglihatan yang sering ditemukan dimana dilaporkan terjadi pada 60 – 80 % pada pasien dengan masalah penglihatan binokular. American Optometric Association membagi disfungsi akomodasi menjadi accommodation insufficiency, ill-sustained accommodation, accommodation infacility, paralysis of accommodation, dan spasm of accommodation. Accommodation insufficiency terjadi pada saat amplitudo akomodasi (AA) lebih rendah dari normal sesuai usia pasien dan tidak terkait dengan sklerosis lensa kristalin. Ill-sustained accommodation merupakan kondisi dimana amplitudo akomodasi normal, tetapi muncul kelelahan sistem akomodasi saat stimulus akomodasi diulangi. Accommodation infacility muncul saat sistem akomodasi bergerak lambat untuk berubah, atau saat terjadi keterlambatan respon akomodasi terhadap stimulus akomodasi. Paralysis of accommodation merupakan kondisi yang cukup jarang terjadi dimana sistem akomodasi gagal untuk berespon terhadap stimulus. Spasm of accommodation terjadi akibat stimulus yang berlebihan dari sistem persarafan parasimpatis, dan biasanya berhubungan dengan kelelahan.

Gejala pasien dengan disfungsi akomodasi biasanya tidak spesifik, namun beberapa keluhan dapat membantu mendeteksi disfungsi akomodasi. Pasien–pasien dengan penurunan kemampuan akomodasi biasanya mengeluhkan kabur yang dirasakan saat melihat dekat, tetapi tidak saat melihat jauh. Beberapa pasien dengan penurunan akomodasi dapat mengeluhkan diplopia atau lambat saat merubah fokus fiksasi dari jarak jauh ke dekat ataupun dari jarak dekat ke jauh. Beberapa pasien dapat juga mengeluhkan sakit kepala, intoleransi terhadap cahaya, ataupun gejala astenopia lainnya.

Manajemen penatalaksanaan gangguan akomodasi dapat dibagi menjadi tiga komponen yaitu koreksi ametropia, penambahan lensa plus dan terapi visual. Gangguan refraksi yang tidak terkoreksi dapat menjadi penyebab kelelahan akomodasi, sehingga koreksi ametropia merupakan langkah pertama penatalaksanaan pasien dengan gangguan akomodasi. Pada pasien dengan insufisiensi akomodasi, penanganan gangguan refraksi yang kecil saja dapat memberikan pengurangan gejala yang segera pada pasien secara signifikan, karena tatus refraksi yang tidak terkoreksi dapat menyebabkan kelelahan akomodatif. Tes ulang status binokular dan akomodatif perlu dilakukan setelah ametropia teratasi. Untuk perhitungan adisi lensa plus untuk kondisi akomodasi insufisiensi dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu monocular estimation (MEM) menggunakan retinoskop dengan menambahkan plus sampai MEM normal, perhitungan midpoint NRA/PRA atau Binocular Crossed Cylinder (BCC), dan amplitudo akmodasi.

Penatalaksanaan gangguan akomodasi yang terakhir adalah terapi visual. Prinsip penatalaksanaan terapi visual dari insufisiensi akomodasi adalah meningkatkan amplitudo akomodatif, Pada kasus penurunan amplitudo akomodasi yang bukan disebabkan oleh suatu penyakit, obat-obatan farmakologik, ataupun proses penuaan, terapi visual dilaporkan dapat membantu meningkatkan amplitudo akomodasi. Terdapat beberapa metode yang digunakan dalam terapi visual antara lain pencil push up, flippers, brock-string exercise, hart-chart rock exercise, minus lens procedure, dan push up paddle.

Simpulan

Insufisiensi akomodasi merupakan keadaan klinis yang dapat ditandai dengan adanya keluhan mata buram, mata lelah, nyeri kepala, sulit konsentrasi, dan rasa tidak nyaman pada daerah sekitar mata. Insufisiensi akomodasi dapat disebabkan oleh berbagai penyebab diantaranya trauma kepala atau orbital, ensefalitis, meningitis, gangguan pada midbrain, tonik pupil dan agen farmakologis atau toksik. Pemeriksaan akomodasi perlu dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan mata rutin, terutama pada mereka dengan keluhan penglihatan dekat agar kondisi insufisiensi akomodasi dapat terdeteksi. Tatalaksana yang tepat merupakan faktor penting untuk keberhasilan penanganan insufisiensi akomodasi

Oleh : Sri Hudaya Widihastha, dr / Susanti Natalya Sirait, dr., Sp.M(K)., Mkes

PMN RS Mata Cicendo / IK Mata FK Universitas Padjadjaran